Jayapura
(SP)- Kewajiban pembangunan smelter (fasilitas pengolahan hasil tambang) bagi
perusahan yang bergerak pada bidang pertambangan mineral dan batu bara
sebaiknya dibangun di wilayah atau areal yang dekat pada suatu lokasi tambang dari
suatu perusahan itu sendiri.
Ketua
Umum GMKI Ayub Manuel Pongrekun kepada Wartawan mengatakan, “Kewajiban
pembangunan smelter PT. Freeport Indonesia, sebaiknya dan sepantasnya berada di
Papua yang merupakan lokasi/site tambang utama dari PT Freeport Indonesia”.
Pembangunan
smelter di Papua disamping semata-mata pemenuhan kewajiban peraturan
perundang-undangan, juga merupakan cara dari pemenuhan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. “katanya”.
Wacana
pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di luar Papua merupakan upaya
pengalihan terhadap pemenuhan keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia. Sehingga
GMKI menilai hal ini semata-mata didorong oleh logika profit/keuntungan bisnis.
“tuturnya lagi”.
Alasan
PT Freeport Indonesia yang lebih memilih Gresik ketimbang Papua dalam
pembangunan smelter dengan alasan-alasan ekonomis dan keuntungan perusahaan
semata-mata juga merupakan upaya pengingkaran terhadap keuntungan –keuntungan
yang diperoleh PT Freeport Indonesia sejak tahun 1967 dalam mengeruk “harta
kekayaan “ bumi Papua. Jelasnya.
Ia
membandingkan, pemasukan PT Freeport Indonesia di tahun 2008 saja yang sampai
menyentuh angka us$ 3.700 juta dan keuntungan bersih sebesar US$ 1.500 juta namun
diminta membangun smelter ditempat dimana dia dapat mengeruk keuntungan sebesar
itu justru mengelak dengan berbagai alasan yang lagi-lagi berujung pada logika
bisnis/keuntungan semata yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan
keuntungan yang diperoleh.
Jika
dilakukan pembangunan smelter di luiar papua, maka hal ini menunjukkan, Bahwa mengingkari
keadilan sosial dalam pembangunan Nasional Republik Indonesia terutama kawasan
Indonesia Timur. PT Freeport Indonesia tidak serius dalam membangun Papua setelah
melakukan eksplorasi tambang emas di timika. Seharusnya PT Freeport Indonesia
bisa membangun smelter di Papua semenjak disahkannya UU minerba tahun 2009,
tetapi tidak dilakukan. Hal ini menunjukkan ketidak seriusan PT Freeport
Indonesia dalam membangun papua. Jika membangun smelter di gresik oleh PT
Freeport Indonesia, maka semakin meningkatkan kesenjangan sosial antar Jawa dan
luar jawa.
Dengan
itu, PP GMKI Masa bakti 2014-2016 menyatakan, mendukung penuh keberadaan
smelter di papua sebagai manifestasi keadilan sosial dalam perspektif
pemerataan pembangunan, khususnya di wilayah timur Indonesia. PT Freeport
Indonesia ikut bertanggungjawab mengembangkan Papua, sebagai kawasan yang telah
dieksploitasi perusahaan selama 48 tahun. Menyesalkan ketidakseriusan
pemerintah dalam hal pembangunan smelter sebagai mandate dari undang-undang
nomor 4 tahun 2009 tentang minerba. Faktanya, di daerah-daerah yang berpotensi
membangun smelter ternyata tidak ditopang oleh infrastruktur yang memadai
seperti sumber listrik dan jalan.
Meminta
kedua belah pihak baik pemerintah maupun perusahaan, dalam hal pembangunan
smelter di Papua harus menjadi syarat utama yang harus dipenuhi oleh PT
Freeport inmdonesia dalam memorandum of Understanding(MOU) yang akan
ditandatangani pada 25 juli 2015.
Sehingga,
GMKI menyerukan kepada peserta Kongres XIV Komite Nasional Pemuda Indonesia untuk
mendukung pembangunan smelter di Papua. Pungkasnya.
(RIC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar