![]() |
Wakil Ketua MRP dan Wakil Ketua MRPB.(Icahd/foto) |
Jayapura
(SP) Majelis Rakyat Papua (MRP), bersama Majelis Rakyat Papua Barat MRPB). Mengelar
rapat kerja dan rapat dengar pendapat tentang permasalahan pertahanan dan
kependudukan di tanah Papua, Selasa 27 Oktober, 2015 di Salah satu hotel, di
Kota Jayapura, Papua.
Demikian
disampaikan oleh Wakil Ketua MRP, Pdt.Ofni Simbiak, S.Th, Senin (26/09/2015) di
Kantor MRP, Kota Raja.
Wakil
Ketua MRP, Pdt.Ofni Simbiak, S.Th kepada wartawan megatakan, “Permasalahan
pertahanan dan kependudukan di tanah Papua ini, tentunya menjadi hal yang
sering dipercakapkan oleh orang asli papua.
Sehingga,
kami (MRP) selaku lembaga repentetatif dari orang asli papua berdasarkan
Undang-undang OTSUS terkait tanah dan orang Papua, maka kami (MPR) perlu
mendengar melalui duduk bersama dengan, Pemerintah Prov baik, Papua-Papua Barat,
Kabupaten/kota Papua-Papua Barat, DPRP-DPRPB dan masyarakat di tujuh wilayah adat
di Papua, tentang Permasalahan pertahanan dan kependudukan di tanah Papua yang
mereka alami.
Kegiatan
yang dilakukkan itu, merujuk pada pasal 21 huruf (a) dan pasal 22 huruf (a)
tentang pemerintah memberikan keterangan, terkait bagaimana orang papua itu
apakah dilayani, melihat pekembangan mereka, selain itu pasal 20 ayat 1 huruf
(f) dimana menyebutkan, rakyat masyarakat perempuan papua, masyarakat agama dan
masyarakat asli papua, agar dapat menyampaikan sejauh mana perkembangan dan
peran pemerintah terhadap masyarakat adat di atas tanah papua.
Disingung
terkait mengapa MRPB dan pemrintah prov.papua barat harus bergabung, sementara
keduanya sudah mempunyai kewenangan masing, lansung dijawab oleh Wakil Ketua
MRPB Zainal Abidin Bay, mengatakan, “Mengapa kami (MRPB) bergabung, karena saat terjadi
pemisahan antara MRP dan MRPB, bahkan Prov.Papua dan Prov.Papua Barat, “Kita
MRPB dan MRP, sudah berkomitmen bersama, ketika kita berbicara tentang hak-hak dan
kepemilikan dasar dari orang papua, kita satu dalam kesepahaman melalui temu
bersama”.
Kegiatan
yang kami (MRPB) bersama MRP lakukan ini, merupakan momentum yang tepat dari
adanya, instrument hukum dari pemerintah terkait MK 35 tentang pembatalan
Undang-undang 41 yang mengatur tentang hutan adat itu hutan Negara, telah
diubah menjadi hutan adat adalah hutan yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat.Pungkasnya.
(RIC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar