![]() |
Umat
Kristen Papua, Aksi Kemanusian di DPRP(Icahd/foto).
|
Jayapura
(SP)- Puluhan pemuda, mahasiswa, bersama umat Kristen Papua, Senin (19/10/2015)
mendatangi kantor DPR-Papua, guna menyampaikan aspirasi mereka tentang persoalan
kebebasan agama, penanganan persoalan, respon, dan penyelesaian kasus di aceh
yang dinilai sangat diskriminatif oleh Negara, ini sangat berbeda dengan sebuah
kasus yang terjadi di Tolikara waktu lalu.
Demikian
tuntutan dan seruan kemanusian yang disampaikan oleh Solidaritas Pemuda,
Mahasiswa, Umat Kristen Papua, Peduli Kebebasan Beragama Di Aceh, Senin (11/10/2015) di Kota Jayapura, Papua.
Sekedar
diketahui, aksi Pemuda, Mahasiswa dan Umat Kristen Papua yang tergabung dalam Solidaritas
Pemuda, Mahasiswa, Umat Kristen Papua, Peduli Kebebasan Beragama Di Aceh dengan
Tema “Kebebasan Beragama Di Aceh, Menjadi Duka Bersama Umat Beragama Di
Indonsia” itu, terdiri dari, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan
Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI), Pemuda Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia (PMKRI), Pemuda-pemuda Dedominasi Gereja, dan umat Kristen Papua.
Sekretaris
Persekutuan Gereja-gereja di Kota Jayapura Pdt.John Baransano, S.Th mengatakan,
“Pasca pembakaran gereja bahkan ada dua orang menjadi korban dari peristiwa
itu. Dimana umat-umat Kristen di aceh harus mengungsi, sehingga kita perlu
sadar dengan upaya bersama baik, Negara maupun semua komponen bangsa, untuk
peduli kemanusiaan dan melihat sukarnya kebebasan beragama yang sedang terjadi
di Aceh”.
Pdt.John
Baransano, S.Th menjelaskan, “Kehadiran solidaritas ini, merupakan bagian dari
seruan untuk mengajak pemimpin-pemimpin umat beragama di Papua, Papua Barat
bahkan seluruh pemimpin-pemimpin umat beragama di Indonesia. Untuk berbicara
tegas tentang perlindungan bagi seluruh umat beragama berdasarkan kostitusi
Negara yang kita anut bersama.
Kehadiran
puluhan Pemuda, Mahasiswa dan Umat Kristen Papua di kantor DPR Papua sekitar
pukul 11:00 siang, sontak membuat para wakil rakyat itu terkejut, namun tidak
membuat para wakil rakyat itu untuk pergi atau tidak melayani aksi kemanusian anak-anak
muda dan umat Kristen Papua itu.
Dalam
orasi yang disampaikan secara bergantian itu,
Pemuda, Mahasiswa dan Umat Kristen Papua, “Meminta pihak pemerintah
pusat, dalam hal ini Presiden RI Joko Widodo, Mentri Agama, Kapolri, Panglima
TNI bersama Mentri Dalam Negeri, agar melihat
dan merespon bahkan menyelesaikan persoalan di Aceh itu, sama dengan ketika
mereka melihat masalah yang terjadi di Tolikara”.
“Negara ini dibangun, dengan menganut
Pancasila dan UUD 1945 Pasal 29 yang menyebutkan, “Setiap warga Negara
Indonesia, mempunyai hak yang sama dalam menjalankan kebebasan ajaran agamanya,
menutrut keyakinannya masing-masing”.
Namun
ketika Negara ini tidak lagi menjunjung tinggi nilai pancasila dan UUD 19945,
maka suatu ketika umat beragama entah Kristen, Islam, Budha dan hindu, akan
berkata, “Bahwa kami tidak mendapat perlindungan di dalam Negara ini, alangkah
baiknya kita keluar dari Negara ini. Bagian ini yang sebenarnya harus menjadi
pemikiran dan perenungan kita bersama dalam Negara yang menganut Negara
Demokrasi ini”. “kata mereka”.
Selain
itu juga, “Peristiwa di aceh, bukan rahasia umum lagi, karena sudah dan sudah
sering terjadi. Sehingga tercermin tidak ada keadilan, walaupun Negara ini
dibangun berdasarkan iuran kolosal atas nosinasi anak bangsa dengan tidak
mengenal satu atau dua kelompok. Karena Negara ini, dibangun berdasarkan
keragaman, hitorogenitas, dengan semangat keloktif anak bangsa untuk melahirkan
sebuah Negara yang disebut Negara Indonesia ini untuk hidup bersama-sama. Kita
juga telah bersepakat untuk menjadikan rumah bersama. Namun melihat apa yang
dilakukan oleh saudara-saudara di Aceh, ini merupakan bagian dari pegingkaran
terhadap sejarah berdirinya republik ini.
Semestinya,
pemimpin-pemimpin Negara harus memberlakukan warna negaranya sama tanpa ada
kasta mayoritas dan minoritas. Tetapai ketika ada pemilihan kasta mayoritas dan
minoritas dalam kebebasan beragama, baik persoalan di seluruh Indoensia, secara
khusus kasus di Aceh tidak berjalan, bahkan orang sulit untuk menjalankan
ajaran agamanya, menurut keyakinannya.
Tentu menjadi hal yang harus diseriusi.
Namun ketika dianggap sebagai sesuatu yang
biasa “Ya, jangan salahkan kami, ketika kami sudah tidak bisa lagi bersama-sama
dalam bingkai yang disebut bingkai NKRI”.
Sementara
itu, Ketua Komisi V DPR Papua, Yakoba Lokbere dalam penyampian kepada Puluhan pemuda,
mahasiswa, bersama umat Kristen Papua itu mengatakan, “Pesan-pesan kemanusian,
serta kebebasan beragama yang telah dismapikan oleh anak-anak muda dan umat
Tuhan di Tanah Papua. Kami selaku wakil rakyat, dipilih oleh rakyat, kami sangat
merespon, dan akan meneruskan ke Jakarta, tentang apa yang menjadi tuntutan
dari umat Kristen peduli kebebasan beragama di Aceh, dari Tanah Papua kepada
Pemerintah Pusat.
“Sudah
tidak dapat dipungkiri, bahkan disangkal lagi, “Bahwa belajar tentang sebuah
proses toleransi dan kasih terhadap semama umat beragama, harus belajar dari
tanah yang diberkati, tanah Papua”. Pungkasnya.
(RIC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar