Jayapura
(SP)- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Jakarta mengecam tindakan arogansi aparat
keamanan Kepolisian Resort Kota Jayapura dengan mengunakan alat Negara melakukan
penodongan bahkan merampas alat liputan yang dipakai wartawan untuk melakukan
aktifitas jurnalistiknya.
Demikian
disampaikan oleh Asep Komarudin dari LBH Pers Jakarta melalui siaran pers yang
diterima SULUH PAPUA, (08/10/2015) Malam.
Lanjut
Komarudin, “Tindakan oknum anggota Polisi tersebut sangat mencederai kebebasan
pers dan kebebasan menyatakan pendapat di Indonesia yang sudah dijamin dalam
kontitusi”.
Selain
itu, perlakuan dari kepolisian resort kota Jayapura merupakan bentuk
penghalangan atau menghambat kemerdekaan pers, dan tindakan tersebut adalah
tindak pidana sesuai dengan undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers
pasal 18 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja
melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kebebasan pers
dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah).”. “jelas Asep”.
“Apa
alagi sampai menodongkan senjata, dan mencekik leher seorang wartawan serta peserta
unjuk rasa itu. Merupakan tindak pidana penganiayaan sesuai dengan Pasal 352 KUHP.
“tegasnya”.
“Pihak
Kepolisian Resort Kota Jayapura telah melanggar hak asasi manusia karena telah
membubarkan paksa aksi unjuk rasa sesuai dengan pasal 25 undang-undang nomor 39
tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang menyatakan setiap orang berhak untuk
menyatakan pendapat di muka umum.”
“Tindakan
oknum Kepolisian Resort Kota Jayapura tersebut sangat bertentangan dengan
semangat Presiden Joko Widodo yang membuka akses informasi khususnya bagi
kebebasan pers di Papua,” “jelas asep dalam siaran persnya”.
Sehingga
itu, LBH Pers Jakarta meminta, pertama, Kapolri memerintahkan Kapolda Papua
untuk mengusut tuntas oknum kepolisian Jayapura Kota yang telah melakukan
penganiayaan dan penghalang-halangan kebebasan pers dengan KUHP dan UU Pers.
Kedua,
Kompolnas dan Komnas HAM agar segera melakukan penyelidikan terkait pelanggaran
kebebasan pers dan menyatakan pendapat di muka umum.
Ketiga,
Dewan Pers segera mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus
penghalangan dan penghambatan kebebasan pers di Papua.
Keempat,
kepolisian Republik Indonesia, khususnya di wilayah Papua untuk menjamin
kemerdekaan pers dan melindungi jurnalis yang sedang menjalankan aktifitas
jurnalistiknya di Papua. Dan memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali.Pungkasnya.
(RIC).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar